Pada Selasa (23/04/13), 90 dari 423 siswa tingkat sarjana di CIA berkumpul di luar kampus mereka di Hyde Park, Amerika Serikat. Mereka mendengarkan orasi dan menandatangani surat tuntutan yang ditujukan ke pejabat kampus. Di dada mereka tergantung hutang pinjaman biaya kuliah yang masih mereka tanggung.
Mereka memrotes aturan berpakaian di kampus. Siswa yang berkutat di dapur diharapkan mengenakan pakaian koki dengan bandana atau topi chef. Sementara itu, mahasiswa yang akan mengambil gelar sarjana diharapkan mengenakan pakaian a la kantoran. Namun, kenyataannya berbeda.
"Mereka memakai sepatu bot, jaket, dan tidak memasukkan kemejanya. Kadang-kadang mereka mengenakan celana pendek," ujar Zachary Hoffman (20), salah satu penyelenggara walkout, seperti diberitakan situs Marketplace (24/03/13). Menurutnya, hal ini dapat menurunkan mutu lulusan CIA.
Masalah lain yang mereka keluhkan adalah munculnya celebrity chef dan acara-acara kuliner di televisi. Menurut Hoffman, sebagian murid yang masuk ke CIA berharap akan keluar sebagai penerus Anthony Bourdain. Padahal, kenyataannya pasar lowongan kerja terbatas.
Standar penerimaan siswapun kini dinilai turun. Dulu, diperlukan pengalaman kerja di dapur profesional minimal tiga bulan atau maksimal satu tahun untuk bisa mendaftar di CIA. Sekarang ketentuan tersebut diubah menjadi enam bulan.
Bahkan, mereka yang bekerja di depan layar seperti pelayan juga kini diperbolehkan masuk CIA. Beberapa siswa mengatakan bahwa hal ini memperlambat kecepatan instruksi.
Alex Tyree, chef alumni CIA, mengatakan bahwa lulusan sekolah kuliner kini tak memiliki keterampilan maupun etos kerja. "Institut ini lebih seperti pabrik chef dibanding sekolah kuliner," katanya.
Namun, rektor CIA Mark Erickson justru berpendapat bahwa standar penerimaan siswa telah naik, baik nilai maupun kemampuan lulusannya. Ia menambahkan bahwa profesi chef dan institusi yang ia bawahi sedang bertransisi.
Jika dapur tradisional menerapkan model siswa mengikuti perintah pengajar, kini kreativitas dan improvisasi juga penting. "Kami sedang berusaha mencocokkan kedua budaya ini," komentar Erickson kepada NY Times (23/04/13). Soal seragam, Erickson mengaku setuju dengan usulan para pemrotes.
Bagaimanapun juga, tak semua siswa sependapat dengan aksi Hoffman dan teman-temannya. Contohnya adalah Michael Earle, ketua Student Government Association. "Menurut saya hal ini kekanak-kanakan. Ada banyak jalan lain untuk menghadapi masalah ini, termasuk melalui senat mahasiswa," katanya.
CIA adalah lembaga nonprofit yang telah berumur 66 tahun. Berpusat di Hyde Park, CIA memiliki cabang di St. Helena dan San Antonio, AS. Adapula kampusnya di luar Amerika, yakni Singapura.
Biaya untuk belajar di sini sekitar $30.000 (Rp 291,6 juta) setahun. Tak sedikit lulusan yang bekerja sebagai sous-chef dengan bayaran $35.000 (Rp 340,2 juta) per tahun. Biasanya mereka tak mendapatkan asuransi medis maupun cuti besar.
Hoffman yang akan lulus Januari mendatang diperkirakan akan berhutang lebih dari $100.000 (Rp 972,1 juta) untuk membiayai kuliahnya. "Saya ingin memastikan jumlah hutang saya yang besar setara dengan apa yang akan saya dapat setelah lulus," pungkas Hoffman.
(odi/fit)
0 komentar:
Posting Komentar